Aku dan jakarta
Jakarta 25 April 2023
Sejenak aku mengingat dari nasehat imam syafi'i yang mengatakan Singa jika tak lepas sarang, tak akan dapat mangsa. Anak panah jika tak lepas busur, tak akam kena sasaran. Arti dari kata nasehat ini adalah untuk menguatkan siapapun yang masih berada di kampung halamannya agar dapat keluar merantau agar mendapatkan pengetahuan baru, pengalaman baru, dan keilmuan baru, serta keluarta, sahabat yang baru.
Aku sangat menyadari betul masih ada banyak orang yang terus bertahan di tempat kelahirannya, hal itu tidak aku permasalahkan akan tetapi yang ingin aku garis bawahi adalah "merantau itu peningkatan kapasitas dan setelah pulang kampung kapasitas itu di terapkan agar kemudian menjadikan kampung halaman menjadi kampung yang penuh dengan keindahan, kedamaian, ketenangan dan kesejahteraan.
Sejak berumur 17 tahun aku sudah memutuskan untuk merantau meninggalkan kampung halaman tercinta. Pada tahun 2010 aku memulai proses belajar di Universitas muhammadiyah mataram. Disini aku didik untuk menjadi orang yang tangguh dalam segala hal, akupun tidak di ajarkan menjadi generasi cengeng yang hanya meminta belas kasih dari orang lain.
Di tempat dan di daerah orang ini aku berkorban banyak waktu untuk belajar dan berkorban banyak uang untuk bayar sekolah dan beli buku. Rasanya semua yang aku lakukan belum juga tuntas dan mendapat hasil yang signifikan, untuk itu aku memutuskan setelah selesai melanjutkan studiku di Universitas muhammadiyah mataram aku langsung bergegas menuju daerah yang kata orang sangat keras, sadis dan kejam.
Aku tertantang ingin masuk di daerah yang kata orang serba jahat ini. Daerah ini bernama IBU KOTA NEGARA JAKARTA, bulan pertama menginjakkan kaki di tempat ini aku masih tidak mengerti kemana langkah ini membawa ku tapi yang jelas aku hanya ingin mengetahui di mana kekerasan dan ketidak baiknya.
Hari demi hari aku terus melangkah untuk menemukan pernyataan orang yang selama ini menghantui pikiranku tapi aku masih saja belum menemukannya. Disaat yang sama aku menyadari sesuatu yang membuatku berpikir dia kali tentang banyaknya kejahatan di kota ini.
Aku mencoba mengubah pola pikir ku dengan mengatakan bahwa kota ini adalah kota yang penuh dengan filosofi kehidupan, ternyata setelah aku mengubah cara berpikir itu aku baru menemukan jawaban tentang kota ini adalah kota para penjahat.
Dimulai dari banyaknya anak yang ngamen di pinggir jalan dan diangkot-angkot sampai pada penipuan dan pemerkosaan yang tiada terelakkan. Semua kejahatan yang aku lihat ternyata disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup masing-masing. Pengamen sama pengamen ada yang saling bunuh karena merebut wilayah, orang tua perkosa anak-anak disebabkan tidak ada pelampiasan lain, penipuan yang terus merajalela karena ruang-ruang kerja sangat sulit didapatkan sampai banyak yang kerja menjadi pemuas birahi laki-laki karena gaji di tempat kerjanya tidak mencukupi biaya kehidupan keluarga atau tidak bisa membayar biaya sekolahnya.
Sampai pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa persoalan di kota ini adalah persoalan kehidupan sehingga aku hanya memiliki 2 pilihan pulang kampung atau terus bertahan, kalau aku pulang kampung jelas lah kerjaanku setiap hari akan menjadi petani atau nelayan tapi kalau aku bertahan di kota ini aku akan menggunakan metode yang tidak di gunakan oleh Orang2 yang aku sebut di atas.
Hampir dua minggu aku memikirkan dan mempertimbangkan tentang dua perkara di atas dan memutuskan untuk tetap bertahan di kota yang penuh filosofi ini dan menggunakan metode pendidikan sebagai langkah perjuangan.
Aku mencoba membuat surat lamaran kerja untuk di masukkan ke semua sekolah-sekolah yang menurutku membutuhkan guru selain dari upaya itu aku pun minta bantuan kepada teman-temanku untuk memberikan informasi kepada ku kalau mereka mendapatkan informasi tentang lowongan kerjaan menjadi guru.
Semua upaya sudah aku lakukan dan hasilnyapun masih juga belum aku dapatkan, enam bulan berada di sini aku masih saja belum mendapatkan pekerjaan, beruntungnya pada saat itu aku tidak membayar tempat tinggal sehingga aku masih terus bertahan, bayangkan saja kalau berbayar aku mungkin sudah pasti menjadi gember di rantauan ini, walau kontrakan tidak di bayar tapi aku masih kesusahan untuk mendapatkan makan, Kadang-kadang aku tidak makan selama satu sampai dua hari lantaran tidak punya uang untuk beli makan, aku terpaksa menerapkan konsep puasa dalam perjuangan itu.
Semua penderitaan perjuangan itu aku lewati dengan penuh kesabaran dan dari situ aku menyadari bahwa ilmu yang berharga dalam kehidupan adalah "SABAR DAN DOA" Dua hal inilah yang menjadi kompas perjuangan ku.
Kesabaran ku menghadapi semua ujian memberikanku banyak ilmu dan banyak pengalaman serta doa dari orang tuaku tercinta sehingga membuatku terus bertahan dan kuat, doa mereka adalah jalan kemudahan bagiku
Nantikan cerita selanjutnya.
Mantap tulisannya.
BalasHapus