Kelulusan dan ambang batas.
Jakarta 14 juni 2022
Tulisan 117
Sekolah adalah tempat untuk belajar secara formal yang di akui oleh negara sedangkan menuntut ilmu adalah kewajiban bagi orang yang sadar. Di setiap tempat bagi orang-orang yang sadar adalah sekolah tanpa melihat status formalnya. Dalam sekolah formal Yang menjadi rujukan adalah ketentuan PP No 47 Tahun 2008 Pasal 7 ayat 4 dan 5 Peraturan Daerah pada setiap daerah memungkinkan diatur menjadi wajib belajar 12 tahun.
Pada kesempatan ini saya bersama guru-guru di salah satu madrasah tsanawiyah yang berada di jakarta utara sedang melakukan rapat kelulusan bagi anak-anak yang kemarin sudah melakukan ujian madrasah. Pada kesempatan ini banyak hal yang kami bicarakan tentang apa dan bagaimana anak-anak kedepan dalam rangka melanjutkan apa yang menjadi tujuan atau cita-cita mereka.
Saya pun tak lupa memberikan pandangan dalam rapat penentuan kelulusan anak-anak kelas IX di satuan Madrasah tersebut. Saya mencoba mengemukakan beberapa hal diantaranya adalah :
1. Semoga anak-anak yang dinyatakannya lulus nanti bisa terus belajar agar tercapai apa yang menjadi harapan dan keinginannya
2. Saya merasa terharu dan bahkan saya belajar dari anak-anak tentang arti kedisiplinan, kerapian, kejujuran, tanggung jawab serta adab terhadap guru, adab terhap teman dan adab terhadap masyarakat.
3. Tugas guru bukan hanya mengantarkan anak-anak pada kelulusannya saja akan tetapi tugas guru masih terus dilakukan sempai anak-anak bisa membedakan secara terperinci mana yang baik dan mana yang tidak baik. Bahkan walaupun mereka sudah bisa membedakannya, guru harus tetap berada disamping anak-anak tersebut untuk terus memberikan saran, masukkan dan pendampingan sampai akhir hayat.
4. Dalam rangka memberikan penilaian saya sendiri sangat objektif dalam melihat. Saya pribadi tidak melihat dalam satu Kacamata saja untuk memberikan penilaian akan tetapi melihat secara keseluruhan mulai dari pengetahuannya, ketrampilannya dan sikapnya. Tiga hal tersebut adalah ranah yang menjadi konsen utama bagi saya. Bahkan saya membagi ketiga pendekatan penilaian itu dengan prosentase tersendiri.
5. Saya mengatakan dengan sadar sesuai dengan apa yang saya lihat dan saya dengar serta yang saya alami dalam proses belajar mengajar, saya memutuskan anak-anak kelas IX yang saya ajar naik 100% dengan berbagai pertimbangan di yang saya sebutkan di atas.
Setelah saya selesai memberikan pandangan mix langsung saya kembalikan kepada moderator untuk meminta pandangan dari guru-guru mata pelajaran lainnya dan alhamdulillah setelah mendengar apa yang menjadi pandangan semua guru-guru pernyataannya hampir sama, kecuali guru yang mengajar fiqih yang memberikan konsep untuk kebaikan kedepan. Beliau menyampaikan bahwa wali kelas kalau bisa di suruh pegang satu kelas mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX atau sampai lulus, menurutnya hal itu akan menimbulkan satu konstruksi untuk kedekatan wali kelas dengan murid atau wali kelas dengan wali murid sehingga akan ada Chemistry antara yang bersangkutan.
Saya juga memiliki kesamaan pandangan dengannya karena menurut saya segala sesuatu yang instan itu tidakkan bagus hasilnya. Saya menganggap bahwa peralihan wali kelas itu akan sangat mengusahakan bagi wali kelasnya terutama pada muridnya, kenapa hal itu bisa terjadi ya jawabannya sederhana karna siswa dan wali kelas baru tersebut perlu adaptasi kembali.
Timbul pertanyaan bukankah dia pernah mengajar di kelas tersebut?
Mengajar ibu bukan menjadi instrumen yang tepat dalam memilih wali kelas, akan tetapi yang menjadi instrumen yang paling efektif itu adalah bagaimana cara guru tersebut bisa memahami watak dari siswa dan wali murid. Nah berangkat dari hal tersebut saya mulai percaya yang bisa melakukan itu adalah wali kelas yang memegangnya siswa dari kelas dasar yaitu kelas VII.
Namun suasana juga bisa berubah kadang kala wali kelas yang awal memegang kelas dasar atau kelas VII punya kendala sehingga tidak bisa melanjutkan disekolah tersebut (pindah). Nah hal inilah yang menjadi konsentrasi pertama orang yang memiliki kebijakan, dia harus memilih siapa yang cocok untuk menggantikan posisi guru tersebut tanpa melihat unsur-unsur tertentu misalnya karena asas pertemanan, asas kedekatan, asas keluarga atau asas jasa dll. Apabila pemangku kekuasaan memilih secara objektif makan chemistry yang di sebutkan di atas akan bisa di dapat.
Mantab... luar biasah
BalasHapusTulisan yang bagus lanjutkan
BalasHapusTulisan menarik... Lanjutkan pak.
BalasHapus